Ketakwaan hampir identik dengan keshalehan, baik secara individual ataupun sosial. Keshalehan individual biasanya berkenaan dengan hubungan langsung manusia dengan Allah (hablum minna Allah), sedangkan keshalehan sosial berkaitan dengan hubungan sesama manusia atau mahluk hidup (hablum min an-naas). Islam mengajarkan keseimbangan keshalehan individu dan sosial karena hubungan manusia dengan Rabb-nya terkait erat dengan kebajikan yang dilakukan dengan manusia lain.
Dalam konteks ini, ibadah puasa (shaum) di bulan Ramadhan merupakan media untuk meningkatkan kualitas ketakwaan manusia. Secara eksplisit, al-Qur’an menggambarkannya dalam surat al-Baqarah ayat 183, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu supaya kamu bertakwa”. Dengan demikian, ibadah puasa telah diwajibkan pada umat-umat sebelum umat Rasulullah SAW serta memiliki tujuan yang sama yaitu meningkatkan ketakwaan manusia. Sangat lumrah seandainya umat Islam sangat bergembira menyambut datangnya bulan Ramadhan mengingat bulan Ramadhan menjadi kesempatan untuk meningkatkan ketakwaan dan penuh dengan keberkahan. Bulan Ramadhan menjadi sarana untuk introspeksi diri (muhasabah) atas tahun yang telah dijalaninya seraya optimis menyambut tahun yang akan datang.
Bulan Ramadhan setiap tahun memberikan nuansa baru dan selalu berbeda bagi kehidupan kaum muslimin. Hal ini tidak terlepas dari berkah bulan Ramadhan yang tak habis-habisnya menghampiri kaum muslimin di seluruh dunia. Bahkan umat Islam selalu merindukan kehadiran bulan Ramadhan karena keagungan dan kemuliaan bulan itu. Bergembira menyambut datangnya bulan Ramadhan bahkan memperoleh derajat yang tinggi bagi umat Islam yaitu terhindar dari siksa api neraka. Di samping itu, pada bulan Ramadhan banyak peristiwa monumental bagi umat Islam, seperti turunnya al-Qur’an, perintah berpuasa, malam lailatul qadr, dibukanya pintu-pintu surga, di-ijabahnya doa setiap manusia, dan masih banyak lagi lainnya. Keberkahan bulan Ramadhan tersaji dalam tiga fase: sepuluh hari pertama bulan Ramadhan merupakan rahmat bagi umat Islam, sepuluh hari kedua merupakan fase ampunan atas dosa, serta sepuluh hari ketiga merupakan fase untuk membebaskan diri dari siksa api neraka (sebagaimana hadist yang diriwayatkan al-‘Uqaili, Ibn Huzaimah, al-Baihaqi, dan al-Asbahani).
Fase-fase itu bertahap yang bermula dari limpahan rahmat bulan Ramadhan yang dirasakan umat Islam. Mulai dari indahnya kebersamaan berbuka dan makan sahur, kesehatan fisik dan mental, khusuknya beribadah, kebahagiaan berbagi dengan sesama, dan lain sebagainya. Kemudian umat Islam memasuki fase pengampunan dengan memperbanyak ibadah mahdhah dan ghair mahdhah, melakukan keutamaan-keutamaan berpuasa, dan lain sebagainya. Doa yang dipanjatkan orang berpuasa memperoleh derajat yang tinggi dan di-ijabah Allah SWT. Setelah mengalami dua fase sebelumnya, umat Islam masuk tahap terakhir yaitu terbebas dari siksa api neraka dan lahir kembali dalam kesucian dan kemuliaan. Semua fase ini dilakukan secara integral, menyeluruh, dan tidak melepaskan satu fase dari fase lainnya. Untuk memudahkan manusia melampaui fase-fase tersebut, Allah SWT menganugerahkan keberkahan dan kenikmatan pada bulan Ramadhan di mana pintu-pintu surga dibukakan, pintu neraka ditutup, dan para syetan diikat dan dibelenggu. Secara individu, umat Islam pada bulan Ramadhan diharuskan mengendalikan diri, menahan nafsu, dan mengontrol tindakannya dengan pedoman dan koridor yang ditetapkan Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Bulan Ramadhan mengajarkan kedisiplinan dalam segala hal: beribadah, bekerja, dan rutinitas lainnya. Setiap aktivitas umat Islam dilakukan dengan tepat waktu, tepat cara, dan tepat tujuannya. Secara sosial, bulan Ramadhan menjadi momentum untuk berbagi kebahagiaan dengan golongan masyarakat kurang mampu, merasakan penderitaan fisik-mental kaum dhuafa, serta membantu mereka. Sebuah hadist yang diriwayatkan Ibn Huzaimah bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah SWT memberi pahala bagi orang yang (menyediakan makanan) untuk berbuka puasa (misalnya) seteguk air susu, kurma, atau minuman lainnya. Dan barangsiapa memberi makanan pada orang yang berpuasa, Allah akan memberinya minum dari air telaga-Nya (yang apabila) seseorang minum darinya maka ia tidak akan pernah merasa haus (selamanya) sampai masuk ke surga. Barangsiapa membebaskan hamba sahaya (pada bulan Ramadhan), Allah akan memberi ampunan dan menyelamatkannya dari siksa api neraka sampai ia masuk surga. (Dan ketahuilah) bahwa bulan Ramadhan minggu pertama adalah rahmat. Pertengahannya adalah ampunan dan (minggu) terakhir adalah pembebasan dari api neraka”.
Memahami makna dan keutamaan bulan Ramadhan menghasilkan pemahaman komprehensif tentang keberkahan bulan Ramadhan dan makna puasa bagi umat Islam. Interaksi sosial yang telah tercerai berai dan individual kembali disatukan oleh tali Ramadhan, nafsu dunia yang sangat dominan diintrospeksi lagi, keserakahan dinetralkan kembali, serta dosa-dosa dibersihkan kembali oleh sejuknya berpuasa. Atas dasar itu, bulan Ramadhan menjadi sarana bagi umat Islam untuk berlomba-lomba meraih keutamaan, keindahan, dan kebaikan. Dan manusia yang beruntung adalah yang memperoleh kebaikan dan keutamaan itu, sedangkan yang merugi adalah manusia yang melewati begitu saja bulan Ramadhan, tanpa memperoleh apa-apa.
(Dr. H. Fahrudin Sukarno, MHI - Dosen UIKA Bogor)
Sumber Url : Ramadhan Meningkatkan Ketakqwaan dan Keshalehan Individual Sosial